Sabtu, 03 Desember 2011

Perilaku Pemimpin Sejati

Jum'at, 18 November 2011 , 08:15:00
      MALIK ASYTAR AL NAKHA’I adalah Panglima Perang dan sahabat baik Amirul al Mukminin. Bentuk tubuhnya tinggi besar, dan dalam setiap medan perang yang diterjuni  Malik Asytar selalu menunjukkan kejayaan yang membanggakan kaum Muslimin. Tapi dia bukanlah pemimpin yang suka pamer. Karena itu tak semua orang mengenal beliau.

    Pada suatu hari, ketika melintasi pasar di Kufah, Malik menarik banyak perhatian orang. Bukan saja karena bentuk tubuhnya yang tinggi besar , tapi juga karena jubah dan sorban yang dikenakannya tak lazim dipakai orang  disana. Entah bagaimana mulanya, tiba-tiba ada lelaki  iseng melempar Malik dengan apel busuk. Tetapi Malik terus saja berjalan. Seorang lelaki lain yang melihat perlakuan itu menegur leleki iseng itu. “Tahukah kau bahwa lelaki yang kau lempar apel busuk itu Malik Asytar ,” tanya lelaki tersebut. “Malik Asytar sang pahlawan yang singa pun gentar melihatnya? Masya Allah!“ kilah lelaki iseng tadi seraya mengejar Malik. Tapi dia tidak berhasil menemukan orang yang dicarinya itu. Ketika selang beberapa waktu , Malik keluar dari sebuah masjid, lelaki itu melihat dan menemuinya. “Yang mulia, maafkanlah hamba. Tadi saya melempar Tuan dengan apel busuk. Betapa bodohnya saya. Tolong maafkanlah saya,“  ujar lelaki itu seraya berlutut. “Bangkitlah! Aku baru saja meminta ampunan Allah untuk kebodohanmu itu,“ jawab Malik sambil senyum.

    Seorang ulama pernah memberi penjelasan mengenai perbedaan antara makna “musuh “ dan “lawan.“ Musuh adalah lawan dalam peperangan. Menghadapi musuh, mungkin kita akan terbunuh atau membunuh. Tetapi tidak demikian dengan lawan. Lawan tidaklah berarti pihak yang harus kita perangi habis-habisan. Apalagi dibunuh. Contohnya dalam perlombaan meng-goalkan calon pemimpinnya.Lawan justru orang atau pihak yang kita butuhkan kehadirannya. Dalam memilih pemimpin misalnya, lawan bukanlah musuh yang harus kita perangi secara fisik. Nah, salah satu sifat dari pemimpin yang baik adalah bukan pendendam. Ketika telah terpilih, dia tidak memusuhi orang-orang yang tidak memilihnya. Bahkan juga tidak anti lawannya. Segera setelah pemilihan usai, persaingan pun berubah menjadi persahabatan yang sejati

Dikisahkan bahwa sekali waktu Khalifah Ali bin Abi Thalib melihat zirah atau baju besi beliau dipakai oleh seorang rakyat biasa. Agamanya Nasrani pula. Beliau sama sekali tidak menggunakan kekuasaannya sebagai Khalifah untuk merampas kembali zirah itu. Tetapi beliau menuntutnya lewat pengadilan.Syuraih, seorang hakim yang baik, pun mengadili perkara tersebut. Setelah mendengar tuduhan Khalifah Ali, Syuraih bertanya kepada tertuduh, apa benar tuduhan tersebut. Si tertuduh membantah, dan mengatakan zirah iu miliknya. “Tuan telah menuduh orang itu mengambil zirah Tuan, apakah Tuan punya saksi yang melihat orang itu mencuri? Atau adakah bukti-bukti bahwa barang itu milik Tuan?“ tanya hakim kepada Khalifah. Ketika Khalifah Ali menyatakan tak punya saksi dan bukti , hakim memutuskan tuduhannya tak benar.

Kepada para sahabat dan pengikutnya, Khalifah Ali bin Abi Thalib pernah bicara tentang musuh-musuh mereka. “Janganlah berinisiatif memerangi mereka. Apabila Allah menakdirkan musuh kalian kalah, janganlah kalian mengejar dan membunuh mereka yang melarikan diri. Jangan pula kalian membunuh yang tak berdaya dan terluka. Dan jangan sekali-kali kalian menyakiti wanita.“ Bahkan dalam kesempatan lain, Khalifah ke empat ini berkata, “Imbalan orang yang gugur dalam jihad di jalan Allah, belumlah sebesar imbalan mereka yang mendapat peluang membalas dendam kepada musuhnya, tapi tidak menggunakan kesempatan itu. Karena sifat demikian itu adalah sifat malaikat Allah.“

Ketika Umar bin Khattab RA  menjadi Khalifah, ada seseorang rakyat kecil datang dari Mesir ke Madinah. Dia mengadukan perlakuan tidak baik yang diterimanya dari putra Amr bin Ash, Gubernur Mesir. Pada musim haji, Umar memanggil sang Gubernur dan putranya itu. Di depan umum Umar menyuruh rakyat yang diperlakukan semena-mena itu memukul anak Amr bin Ash. Bahkan sang ayah pun disuruh dipukul, tapi si pengadu itu menolak. Karena Amr bin Ash tidak menyakitinya. Usai Abu Bakar RA diangkat menjadi Khalifah menggantikan Rasulullah SAW, bukannya disambut dengan berpesta pora,  tapi bahkan beliau menangis. Padahal selama menjadi pendamping Rasul, beliau adalah tangan kanan terbaik Nabi SAW. Orang kedua kepemimpinan Rasulullah SAW dengan gelar al-Shiddiq ini, tak ada yang perlu disangsikan integrasi sahabat Rasul yang satu ini. Tapi tentang jabatan tersebut Abu Bakar berkata, “Apa yang harus kujawab menghadapi pertanyaan Allah SWT. Di hari yang dahsyat nanti?“

Satu waktu Ala bin Ziyad berbicara tentang saudaranya Ashim bin Ziyad dihadapan Khalifah Ali bin Abi Thalib. “Ada apa dengan dia?“ tanya Khalifah. “Dia selalu berselimut dan sama sekali tidak mengacuhkan perkara duniawi.“  “Bisakah kau mengajaknya ke sini?“ pinta Khalifah. Kemudian Ashim pun dibawa menghadap Khalifah. “Wahai orang yang memusuhi diri sendiri. Engkau dibuat gila oleh perilakumu yang tercela. Tidakkah kau kasihan kepada keluarga dan anakmu? Apakah kau pikir Allah menyukai kau membenci apa-apa yang dihalalkan-Nya,“ ujar Khalifah Ali. “Tapi bukankah Tuan sendiri hidup dengan amat sederhana?  Dengan pakaian dan makanan yang jauh dari memadai?“ gugat Ashim bin Ziyad. Khalifah Ali menjawab, “Aku tidak seperti engkau. Aku Khalifah. Aku pemimpin. Allah memerintahkan seorang pemimpin mengukur dirinya dengan rakyat yang paling papa agar mereka tidak merasa menderita dengan kemiskinannya.“  Itulah diantara sikap para pemimpin sejati. Wallahualam. **        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar