BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ni1ai suatu ilmu itu ditentukan oleh
kandungan ilmu tersebut. Semakin besar dan bermanfaat nilainya semakin penting
untuk dipelajarinya. Ilmu yang paling penting adalah ilmu yang mengenakan kita
kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT
disebut kafir meskipun dia Profesor Doktor, pada hakekatnya dia bodoh. Adakah
yang lebih bodoh daripada orang yang tidak mengenal yang menciptakannya?
Aqidah secara bahasa berarti sesuatu yang
mengikat. Pada keyakinan manusia adalah suatu keyakinan yang mengikat hatinya
dari segala keraguan. Aqidah menurut terminologi syarat (agama) yaitu keimanan
kepada Allah, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Para Rasul, Hari Akherat, dan
keimanan kepada takdir Allah baik dan buruknya. lni disebut Rukun Iman.
Dalam syarat Islam terdiri dua pangkal
utama. Pertama : Aqidah yaitu keyakinan pada rukun iman itu, letaknya di hati
dan tidak ada kaitannya dengan cara-cara perbuatan (ibadah). Bagian ini disebut
pokok atau asas. Kedua : Perbuatan yaitu cara-cara amal atau ibadah seperti
sholat, puasa, zakat, dan seluruh bentuk ibadah disebut sebagai cabang. Nilai
perbuatan ini baik buruknya atau diterima atau tidaknya bergantung yang
pertama. Makanya syarat diterimanya ibadah itu ada dua, pertama : ikhias karena
Allah SWT yaitu berdasarkan aqidah islamiyah yang benar. Kedua : Mengerjakan
ibadahnya sesuai dengan petunjuk Rasululiah SAW. ini disebut amal sholeh.
Ibadah yang memenuhi satu syarat saja, umpamanya ikhlas saja tidak mengikuti
petunjuk Rasuluflah SAW tertolak atau mengikuti Rasuiullah SAW saja tapi tidak
ikhlas, karena faktor manusia, umpamanya, maka amal tersebut tertolak. Sampai
benar-benar memenuhi dua kriteria itu. Inilah makna yang terkandung dalam
AI-Qur'an surah AI-Kahfii 110 yang artinya : "Barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan
janganlah ia mempersekutukan.
Agama merupakan kebutuhan dasar manusia,
karena agama merupakan sarana untuk membela diri terhadap segala kekacauan
hidup manusia, hampir semua masyarakat menusia mempunyai agama.Akan tetapi di
sisi lain banyak ditemui dalam catatan sejarah, konflik yang terjadi akibat
keangkuhan manusia yang membawa agama sebagai kepentingan nafsunya,
masjid-masjid indah, gereja-gereja megah, kuil-kuil dan pura mempesona, mengapa
bumi bau amis darah akibat pertempuran antar agama. Kemana ajaran ihsan, ke
mana ajaran tatwan asih, kemana ajaran kasih, kemana ajaran dharma. Mengapa
tidak dihayati sebagai kekuatan pribadi untuk berbuat dan membangun
kesejahteraan masyarakat dunia.
Konflik dan kekerasan bearoma agama hampir
selalu menjadi bagian dari dialektika sejarah umat manusia. Karena di mana ada
konflik maka akan ada respon para pemimpin agama, dan menjadi keprihatinan semua
pihak sehingga mereka selalu mencari solusinya, meski mungkin bersifat
sementara. Tapi, tetap mempunyai nilai kontrol yang baik. “Dari kontrol,
evaluasi dan dialog antaragama itu lalu menemukan cara-cara hidup beragama yang
baru, baik dalam hubungan internal maupun eksternal. Bahwa mereka yang terlibat
konflik sesungguhnya tidak menyukai kekerasan dan konflik itu sendiri
(Paradoksi Dalam Keberagamaan). Inilah yang menjamin bahwa agama masih bisa
menjadi solusi bagi keutuhan bangsa dan Negara,” ujar Marzani Anwar yang alumni
IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1979 itu.
Maftuh Basyuni dalam sambutannya berharap
agar penelitian dan pengkajian sosial keagamaan terus dilakukan. Karena masih
sering terjadi konflik komunal bernuansa agama, dan itu selalu pula terkait
dengan persoalan sosial politik, ekonomi, budaya dan sebagainya.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat
dirumuskan hal hal sebagai berikut : Agama merupakan kebutuhan dasar manusia,
karena agama merupakan sarana untuk membela diri terhadap segala kekacauan
hidup manusia, hampir semua masyarakat menusia mempunyai agama.
Þ
Apakah Aqidah itu ?
Þ
Bagaimana cara
mengantisipasi bahaya penyimpangan aqidah ?
Þ
Bagaimana peran agama sebagai
factor konflik ?
Þ
Bagaimana agama-agama
indikasi konflik antar agama ?
C.
Tujuan
Dari rumusan masatah di atas maka kita dapat mengambil tujuan
sebagai berikut :
·
Untuk mengetahui pengertian
dari aqidah
·
Untuk mengetahui pembagian
aqidah
·
Untuk mengetahui
penyimpangan aqidah saat ini
D.
Manfaat Mempelajari Aqidah
Karena Aqidah Islamiyah bersumber dari
Allah yang mutlak, maka kesempurnaannya tidak diragukan lagi. Berbeda dengan
filsafat yang merupakan karya manusia, tentu banyak kelemahannya. Makanya
seorang mu'min harus yakin kebenaran Aqidah lslamiyah sebagai poros dari segala
pola laku dan tindakannya yang akan menjamin kebahagiannya dunia akherat. Dan
merupakan keserasian antara ruh dan jasad, antara siang dan malam, antara burni
dan langit dan antara ibadah dan adat serta antara dunia dan akherat. Faedah
yang akan diperoleh orang yang menguasai Aqidah lslamiyah adalah:
1)
Membebaskan dirinya dari ubudiyah/
penghambaan kepada selain Allah, baik bentuknya kekuasaan, harta, pimpinan
maupun lainnya.
2)
Membentuk pribadi yang seimbang
yaitu selalu kepada Allah baik dalam keadaan suka maupun duka.
3)
Dia merasa aman dari berbagai
macam rasa takut dan cemas. Takut kepada kurang rizki, terhadap jiwa, harta,
keluarga, jin dan seluruh manusia termasuk takut mati. Sehingga dia penuh
tawakkal kepad Allah (outer focus of control).
4)
Aqidah memberikan kekuatan kepada
jiwa , sekokoh gunung. Dia hanya berharap kepada Allah dan ridho terhadap
segala ketentuan Allah.
Aqidah
Islamiyah adalah asas persaudaraan / ukhuwah dan persamaan. Tidak beda antara
miskin dan kaya, antara pinter dan bodoh, antar pejabat dan rakyat jelata,
antara kulit putih dan hitam dan antara Arab dan bukan, kecuali takwanya disisi
Allah SWT.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Aqidah
Aqidah ( ) menurut bahasa Arab (etimologi)
berasal dari kata al`aqdu – tautsiiqu( ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu( )
yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu { ) yang artinya
mengokahkan {menetapkan}, dan ar-rabthu biquw-wah ( `) yang berarti mengikat
dengan kuat. Sedangkan menurut istiiah (terminalogi}: `aqidah adalah iman
yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang
meyakininya.
Jadi, `Aqidah Islamiyyah adalah keimanan
yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban,
bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya.
Rasul–rasulnya kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan
mengimanai seluruh apa apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama
(Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi Ijman'
(konsensus) dari Salafush Shalih, serta seturuh berita-berita qath'i (pasti),
baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah datetapkan menurut
A!-Qur'an dan AsSunnah yang shahih serta ijma' Salafush Shalih.
"Dan hararngralapa yang menta
’ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang
dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nab, para shiddiqin, orang-orang yang
mati syahrd dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang
sebaik-barknya” (QS. An-Nisa':69
B.
Pembagian Aqidah
Walaupun masalah qadha' dan qadar menjadi
ajang persetisihan di kalangan umat Islam, tetapi Allah telah membukakan hati
para hambaNya yang beriman, yaitu para Salaf Shalih yang mereka itu senantiasa
rnenempuh jaian kebenaran dafam pemaharnan dan pendapat. Menurut mereka qadha'
dan qadar adaiah termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka masalah ini
termasuk ke dalam salah satu di antara tiga maoam tauhid menurut pembagian
ulama:
Pertama: Tauhid AI-Ufuhiyyah,
ialah mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan
karenaNya semata. Kedua: Tauhid Ar-Rububiyyah, ialah rneng esakan
Allah dalam perbuatanNya, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang
Mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini. Ketiga: Tauhid Al-Asma'
was-Sifat, ialah mengesakan Allah dalam asma dan sifatNya. Artinya
mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah Subhanahu wa Ta'a(a.
dafam dzat, asma maupun sifat.
Iman kepada qadar adaiah termasuk tauhid
ar-rububiyah. oleh karena itu Imam Ahmad berkata: "Qadar adafah kekuasaan
Allah". Karena, tak syak lagi, qadar (takdir) termasuk qudrat dan
kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah yang
tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis
pada Lauh Mahfuzh dan tak ada seorarangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak
tahu takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk
makhluk lainnya, kecua!i setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar.
Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang
tersebut di atas dan tidak ada istitah Tauhid Mulkiyah ataupure Tauhid
Hakimiyah karera istilah ini adalah istilah yang baru. Apabiia yang
dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah Azza wa Jalla, maka hal
ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki
dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah
masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah Subhanahu wa
Ta'ata dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata.
Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40. [Al-Ustadz Yazid Bin Abdu!
Qadir Jawas]
C.
Perkembangan Aqidah
Pada masa Rasulullah SAW, aqidah bukan
merupakan disiplin ilmu tersendiri karena masalahnya sangat jelas dan tidak
terjadi perbedaanperbedaan faham, kaiaupun terjadi langsung diterangkan oleh
beliau. Makanya kita dapatkan keterangan para sahabat yang artinya berbunyi :
"Kita diberikan keimanan sebelum AI-Qur'an" Nah, pada masa
pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thaiib timbul pemahaman -pemahaman baru
seperti kelompok Khawarij yang mengkafirkan Ati dan Muawiyah karena melakukan
tahkim lewat utusan masing-masing yaitu Abu Musa Al-Asy'ari dan Amru bin Ash.
Timbul pula kelompok Syiah yang menuhankan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula
kelompok dari Irak yang menoiak takdir dipelopori oleh Ma'bad A!-Juhani
(Riwayat ini dibawakan ofeh Imam Muslim, lihat Syarh Shohih Muslim oleh Imam
Nawawi, jilid 1 hal. 126) dan dibantah oleh Ibnu Umar karena terjadinya
penyimpangan-penyimpangan. Para ulama menulis bantahan-bantahan dalam karya
mereka. Terkadang aqidah juga digunakan dengan istilah Tauhid, ushuluddin
(pokok-pokok agama), As-Sunnah (jalan yang dicontohkan Nabi Muhammad),
A!-Fiqhul Akbar (fiqih terbesar), Ahlus Sunnah waf Jamaah (mereka yang menetapi
sunnah Nabi dan berjamaah) atau terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau
salaf yaitu mereka yang berpegang atas jaian Rasulullah SAW dari generasi abad
pertama sampai generasi abad ketiga yang mendapat pujian dari Nabi SAW. Ringkasnya
: Aqidah lslamiyah yang shahih bisa disebut Tauhid, fiqih akbar, dan
ushuiuddin. Sedangkan manhaj (metode) dan contohnya adalah ahlul hadits, ahlul
sunnah dan salaf.
D.
Bahaya Penyimpangan Aqidah
Penyimpangan pada aqidah yang dialami oleh
seseorang berakibat fatal dafam seluruh kehidupannya, bukan saja di dunia
tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan yang tidak berkesudahan di akherat kefak.
Dia akan berjafan tanpa arah yang jelas dan penuh dengan keraguan dan menjadi
pribadi yang sakit personatiti. Biasanya penyimpangan itu disebabkan oleh
sejumlah faktor diantaranya :
ü
Tidak menguasainya
pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya pengertian dan perhatian.
Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang aqidah yang
benar.
ü
Fanatik kepada peninggalan
adat dan keturunan. lCarena itu dia menolak aqidah yang benar. Seperti firman
Allah SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan menerima aqidah yang dibawa
oleh para Nabi dalar~ Surat AI-Baqarah 170 yang artinya : "Dan apabila dikatakan
kepada mereka, "lkutlah apa yang telah diturunkan Allah," mereka
menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang tetah kami dapati
dari (perbuatan) nenek moyang kami. " (Apabila mereka akan mengikuti
juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan
tidak mendapat petunjuk”
ü
Taklid buta kepada
perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi yang tepat sesuai
dengan argumen A!-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh panutannya sesat,
maka ia ikut tersesat.
ü
Berlebihan (ekstrim) dalam
mencintai dan mengangkat para wali dan orang shofeh yang sudah meningga! dunia,
sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan, atau dapat berbuat seperti
perbuatan Tuhan. Ha! itu karena menganggap mereka sebagai penengahlarbiter antara
dia dengan Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat meminta, bernadzar
dan berbagai ibadah yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu
pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka mengagungkan kuburan
para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yang artinya : "Dan jangan pula
sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan) toUadd, dan jangan pula Suwa ;
Yaghuts, Ya'uq dan IVasr. "
ü
Lengah dan acuh tak acuh
dalam mengkaji ajara Islam disebabkan silau terhadap peradaban Barat yang materialistik
itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir dan ilmuwan Barat serta hasil
teknologi yang telah dicapainya sekaligus menerima tingkah laku dan kebudayaan
mereka.
ü
Pendidikan di dalam rumah
tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam, sehingga anak tumbuh tidak
mengenal aqidah Islam. Pada ha! Nabi !!!luhammad SAW telah memperingatkan yang
artinya : "Setiap anak terlahirkan berdasarkan hthrahnya, maka kedua orang
tuanya yang meyahudikannya, menashranikannya, atau memajusikannya" (HR:
Bukhari). Apabita anak tertepas dari bimbingan orang tua, maka anak akan
dipengaruhi oleh acara l program televisi yang menyimpang, lingkungannya, dan
lain sebagainya.
ü
Peranan pendidikan resmi
tidak memberikan porsi yang cukup dalam pembinaan keagamaan seseorang. Bayangkan,
apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu dalam pelajaran agama, itupun
dengan informasi yang kering. Ditambah lagi mass media baik cetak maupun
elektronik banyak tidak mendidik kearah aqidah bahkan mendistorsinya secara
besar-besaran.
Tidak
ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari
ha!-ha! yang disebut diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan
Aqidah Islamiyah yang shahih agar hidup kita yang sekali dapat berjalan sesuai
kehendak Sang Khalik demi kebahagiaan clunia dan akherat kita, Allah SVVT
berfirman dalam Surah An-Nisa' 69 yang artinya : "Dan barangsiapa yang
menta'ati Allah dan Rasu!-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang
yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang
yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang
sebaik-baiknya. " Dan juga dalam Surah An-Nahl 97 yang artinya :
"Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh baik laki-Jaki maupun perempuan,
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan karrri beri balasan kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. "
BAB III
PENUTUP
Akidah Islam adalah prinsip utama dalam
pemikiran Isiami yang dapat membina setiap individu muslim sehingga memandang
alam sernesta dan kehidupan dengan kaca mata tauhid dan melahirkan
konotasi-konotasi valid baginya yang merefleksikan persfektif Islam mengenai
berbagai dimensi kehidupan serta menumbuhkan perasaan-perasaan yang murni dalam
dirinya. Atas dasar ini, akidah merzcerminkan sebuah unsur kekuatan yang mampu
menciptakan mu'jizat dan merealisasikan kemenangan-kemenangan besar di zaman
permulaan Islam. Demi membina setiap individu muslim, perlu kiranya kita
mengingatkannya tentang sumbangsih-sumbangsih akidah yang telah dimiliki o6eh
orang-orang sebelumnya dan rneyakinkannya akan validitas akidah itu dalam
setiap zaman dan keselarasannya dengan segala era.
Kita bisa menyimpulkan peranan
penting akidah dalam membina manusia di berbagai sisi dan dimensi kehidupan
dalam poin-poin berikut :
Ø
Dalam Sisi Pemikiran.
Akidah menganggap manusia sebagai makhluk yang terhormat.
Adapun kesalahan yang terkadang menimpa manusia, adafah satu ha! yang biasa dan
bisa diantisipasi dengan taubat. Atas dasar ini, akidah meyakinkannya bahwa ia
mampu untuk meningkatkan diri dan ticlak membuatnya putus asa dari rahmat Allah
dan ampunan-Nya. Akidah telah berhasil memerdekakan manusia dari penindasan
politik para penguasa zalim dan membebaskannya dari tradisi menuhankan manusia
lain. Akidah juga memberikan kebebasan penuh kepadanya. Namun ia membatasi
kebebasan itu dengan hukum-hukum syariat, pengharnbaan kepada Allah supaya hal
itu ticlak menimbulkan kekacauan. Begitu juga, akidah telah berhasil
membebaskannya dari jeratan hawa nafsu, menyernbah fenomena-fenomena alarn di
sekitarnya dan dongengan-dongengan yang tidak benar. Melalui proses pernbebasn
pemikiran ini, akidah melakukan proses pembinaan manusia. la
memberikan keduclukan yang layak kepada akal, mengakui peranannya dan membuka
cakrawala pernikiran yang luas baginya. Di samping itu, akidah juga membuka
jendela keghaiban baginya, membebaskannya dari jeratan ruang lingkup indra yang
sempit dan mengarahkan daya ciptanya yang luar biasa untuk merenungkan
tanda-tanda kekuasaan Allah di segenap cakrawala raya dan diri mereka, serta
menjaclikan renungan (tafakkur) ini sebagai ibadah yang paling utarna.
Tidak sampai di situ saja, akidah juga
mengarahkan daya akal untuk menyingkap rahasia-rahasia sejarath yang pernah
terjadi pada umat dan bangsa-bangsa terdahulu, dan merenungkan hikmah yang
tersernbunyi di batik syariat guna mengokohkan keyakinan muslim terhadap
syariat dan valiclitasnya untuk setiap masa dan tempat. Dari sisi lain, akidah
menclorong manusia untuk menuntut ilmu pengehhuan dan mengikat ilmu pengetahuan
itu dengan iman. Karena mernisahkan ilmu pengetahuan dan iman akan menimbulkan
akibat jelek. Akidah juga memerintahkan akal untuk meneliti dan merenungkan
dengan teliti untuk menyimpulkan sebuah Ushuluddin dan melarangnya untuk bertaklid
dalarn hal itu.
Ø
Dalam Sisi Sosial
Akidah telah berhasit melakukan perombakan
besar datam sisi ini. Di saat masyarakat Jahiliah hanya mementingkan diri
mereka dan kemaslahatannya, dengan mengenal akidah, mereka relah mengorbankan
segala yang mereka miliki demi agama dan kepentingan sosial. Akidah telah
berhasil menghancurkan tembok pemisah yang memisahkan antara ketamakan manusia
akan kemasiahatan-kemaslahatan pribadinya dan jiwa berkorban demi kemaslahatan
umum dengan cara menumbuhkan rasa peduli sosial dalam diri setiap individu. Akidah
telah berhasil menumbuhkan rasa peduli sosial ini dalam diri setiap individu
dengan cara-cara berikut: menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab terhadap
kepentingan orang lain, menanamkan jiwa berkorban dan mengutamakan orang lain
dan mendorong setiap individu mushn untuk hidup bersama. Dari sisi lain, akidah
telah berhasil merubah tolok ukur hubungan sosial antar anggota masyarakat,
dari tolok ukur hubungan sosil yang berlandaskan fanatisme, suku, warna kulit,
harta dan jenis kelamin menjadi hubungan yang berdasarkan asas-asas spritual.
Yaitu takwa, fadhillah dan persaudaraan antar manusia. Akidah telah berhasil
merubah kondisi pertentangan dan pergolakan yang pernah melanda masyarakat
insani menjadi kondisi salang mengenal dan tolong menolong. Dengan ini, mereka
menjadi sebuah umat bersatu yang disegani oleh bangsa lain. Di samping itu,
akidah Islam juga telah berhasil merubah tradisi-tradisi Jahiliah yang menodai
kehormatan manusia dan menimbulkan kesulitan.
Ø
Dalam Sisi Kejiwaan
Akidah dapat mewujudkan ketenangan dan
ketentraman bagi manusia meskipun bencana sedang menimpa. Dalam hal ini akidah
telah menggunakan berbagai cara dan metode untuk meringankan bencana-bencana
itu di mata manusia. Di antara caracara tersebut adalah menjelaskan kriteria
dunia;bahwa dunia ini adalah tempat derita dan ujian yang penuh dengan bencana
dan derita yang acap kali menimpa manusia. Oleh karena itu, tidak mungkin bagi
manusia untuk rnencari kesenangan dan ketentraman di dunia ini. Atas dasar ini,
hendaknya ia berusaha sekuat tenaga demi meraih kesuksesan dalam ujian Allah di
dunia.
Dan di antara cara-cara tersebut adalah
akidah menegaskan bahwa setiap musibah pasti membuahkan pahala, dan menyadarkan
manusia bahwa musibah terbesar yang adalah musibah yang menimpa agama. Dari
sisi lain, akidah juga membebaskan jiwa manusia dari segala ketakutan yang
dapat melumpuhkan aktifitas, membinasakan kemampuan dan menjadikannya cemas dan
bingung. Begitu juga akidah memotivasi manusia untuk mengena! dirinya. Karena
tanpa tanpa itu, sulit baginya untuk dapat menguasai jiwa dan mengekangnya, dan
tidak mungkin baginya dapat mengenal Allah secara sempurna.
Dari pembahasan-pembahasan di atas, dapat
kita simpulkan bahwa penyakit-penyakit jiwa yang berbahaya seperti fanatisme,
rakus dan egoisme jika tidak diobati, akan menimbulkan akibat-akibat sosiai dan
potitik yang berbahaya, seperti fitnah yang pernah menimpa muslimin di Saqifah,
sebagaimana telah dijelaskan oieh Imam Ali a.s.
Ø
Dalam sisi Akhlak.
Akidah memiliki peranan yang besar dalam
membina akhlak setiap individu muslim sesuai dengan prinsip-prinsip agama yang
pahala dan siksa disesuaikan dengannya, dan bukan hanya sekedar wejangan yang
tidak menuntut tanggung-jawab. Lain halnya dengan aliran-aliran pernikiran
hasil rekayasa manusia biasa yang memusnahkan perasaan diawasi oleh Allah dalam
setiap gerak dan rasa tanggung jawab di hadapan-Nya. Dengan demikian, musnahlah
tuntunan-tuntunan akhhk dad kehiclupan manusia. Karena akhlak tanpa iman tidak
akan pernah teraktualkan dalam kehidupan seharhhari.
Demi mendorong masyarakat berakhlak
terpuji dan meninggalkan akhlak yang ticlak mulia, akidah mengikuti
bermacam-macam metode dalam hat ini: pertama, menjelaskan efek-efek uhkrawi dan
duniawi dari akhlak yang terpuji dan tidak terpuji. Kedua, memperlihatkan sud
tekdan yang baik kepada mereka dengan tujuan agar mereka terpengaruh oleh
akhlaknya yang mulia dan mengikuti langkahnya
DAFTAR PUSTAKA
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah
Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdu!
Qadir Jawas, Penerbit Pustaka
At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425HIAgustus
2004M]
[1]. Lisaanul `Arab (IX/31 1:tj-~)
karya tbnu Nlanzhur (wafat th. 711 H) t dan
Mu'jamu!
Wasiith (tl/614:tL.3-~).
[2]. Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah,
dan Asma' wa Shifat Allah.
[3]. Lihat Buhuuts fii `Aqiidah
Ahtis Sunnah wat Jamaa'ah (hal. 11-12) oleh Dr.
Nashir bin `Abdul Karim at `Aql,
cet. !II Daarul `Ashimah/ th. 1419 H, `Aqiidah Ahiis Sunnah wal Jamaa'ah (hal.
13-14) karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim alHamd dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah
wal Jamaa'ah fil `Aqiidah oleh Dr. Nashir bin `Abdul Karim al-`Aql.
[Disalin dari kitab AI-Qadha wal
Qadar, edisi Indonesia Qadha & Qadhar, Penyusun
Syaikh Muhammad Shalih AI-Utsaimin,
Penerjemah A.Masykur Mz, Penerbit Daru( Haq, Cetakan Rabi'ul Awwa( 1420HIJuni
1999M]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah
Ahlus Sunnah Wai Jama'ah Oleh Yazid bin Abdui
Qadir Jawas, Penerbit Pustaka
At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus
2004M]
kenapa tauhid itu dibagi tiga lagi, padahalkan tauhid itu hanya satu makna yakni mengesakan Allah dalam segala perbuatan...
BalasHapusJadi jikalau seseorang tidak menjalankan salah satunya maka apakah akan dikatakan tidak bertauhid ...?